Oleh: Adinda Rahmadhani, Aidil Fitriana
Negara multikultural adalah negara yang mengakui, menghormati, dan mengutamakankeberagaman budaya, agama, suku, dan kelompok sosial dalam masyarakat. Salah satunegara multikultural di dunia adalah Indonesia. Negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini merupakan negara yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan budaya. Inidibuktikan dengan 700 ragam bahasa yang digunakan setiap hari oleh seluruh masyarakat, bahkan negara ini memiliki penduduk yang menganut berbagai agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Banyaknya tradisi nenek moyang menghantarkannegara Indonesia pada keberagaman dan heterogenitas. Walaupun menyandang prestisekeberagaman, masyarakat Indonesia kerap erat dengan prinsip persatuan dan kesatuan bangsaIndonesia, yang juga tertuang dalam semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dengan maknawalaupun Indonesia beragam, namun tetap bersatu dalam kesatuan. Hal inilah yang menjadikeunikan tersendiri dari bangsa Indonesia karena mampu melanggengkan keharmonisanseraya hidup berdampingan antara agama, suku, dan budaya.
Salah satu ajang memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa adalah melalui PemilihanUmum (Pemilu), sebentar lagi Indonesia akan menyemarakkan pesta demokrasi serentak. Event besar lima tahunan ini kerapkali mengusung isu rentan, salah satunya yakni politikidentitas yang digunakan dalam kampanye politik, tidak ayal menimbulkan perpecahan antarkelompok agama, etnis, suku, dan budaya di Indonesia. Sebagai negara multikultural nan demokrasi kerap diombang-ambing oleh bakal calon presiden yang mengobarkan situasiberpolitik identitas, hal tersebut acapkali digunakan untuk mempengaruhi dan memikatdukungan politik. Situasi ini dapat menimbulkan polarisasi dan perpecahan masyarakat yang akan meningkatkan ketegangan sosial dan berpotensi memecah belah bangsa. Dengan adanyafenomena politik identitas, populisme agama, etnis, suku, dan budaya menjadi ancaman bagidemokrasi negara jika dimanfaatkan oleh pemimpin yang tidak kompeten. Dari keempatkomponen keberagaman tersebut, agama termuat dalam konteks paling sensitif, pasalnyaagama kerap menjamah keyakinan dan akidah.
Sepertinya pembahasan kita kian kompleks, izinkan penulis menyeruput kopi terlebih dahulu.
Baik, kita beralih kepada contoh kasus, salah satu contoh politik identitas yang terjadi di Indonesia adalah Pemilu Presiden tahun 2014 dimana pendukung seorang calon presidenmembentuk poros oposisi dengan identitas yang dikaitkan dengan karakter pribadi sang calon, yang kemudian meluas ke komponen pendukung. Polarisasi antara Prabowo danJokowi sangat terlihat sehingga memunculkan kelompok-kelompok yang bisa dikategorikanberdasarkan identitas agama. Hal ini sebagian besar terlihat pada partai-partai Islam pendukung pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS),Partai Amanat Nasioanal (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan partaiIslam pendukung Jokowi dan Jusuf Kalla hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PartaiPersatuan Pembangunan (PPP). Kampanye fitnah yang ditujukan kepada lawan politik seringkali menyangkut karakteristik agama dan etnis sang kandidat. Misalnya, Jokowi ditudingterlahir sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dan keturunan cinta anti-Muslim. Pada saat yang sama, Prabowo diidentikkan dengan militer yang diktator dan didukung olehkelompok Islam radikal dan intoleransi.
Kemudian kasus lainnya terjadi pada enam tahun lalu, tepatnya saat Pemilihan KepalaDaerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017 yang menarik perhatian publik. Saat itu, kontestannya adalah pasangan Anies dengan Sandiaga Uno, pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat yang merupakan pasangan calon dari latarbelakang agama yang berbeda, sehingga agama menjadi identitas yang menonjol. Nama Anies Baswedan selalu disebut-sebut mempolitisasi agama dan identitas pada Pilkada DKI 2017. Hal itu mungkin terjadi karena ia mendapat dukungan dari beberapa kelompok agama dan memenangkan kontestasi tersebut. Berbeda dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahoksaat ini yang malah mendapat kecaman dari kelompok Islam karena kasus penistaan agama. Hal ini kemudian mengalihkan perhatian dan dukungan publik kepada pasangan Anies danSandi.
Bahkan hingga hari ini, isu politik identitas masih menggema hingga penghujung negeri, pasalnya pesta demokrasi tinggal menghitung bulan, namun beberapa partai politik kerapkalisaling mengkritik dengan membawa narasi politik identitas, penulis mendapati PartaiDemokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selalu menggunakan narasi politik identitas untukmengkritik Anies Baswedan selaku calon presiden nomor urut satu, bahkan baru-baru sajaSaid Abdullah selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP kerap mengungkitpengalaman terbelahnya warga Indonesia di Pilkada DKI Jakarta 2017 akibat koalisi Anies. Padalal hal yang kerap bersinggungan dengan politik identitas baru-baru saja dilakukan olehGanjar Pranowo selaku calon presiden yang digagas PDIP, kehadiran Ganjar dalam tayanganazan secara tidak langsung menunjukkan sisi spiritual sebagaimana tertuang dalam silapertama Ketuhanan dalam Pancasila. Politik identitas sangat sering digunakan untuk mencaridukungan suara, sehingga menimbulkan konsekuensi seperti maraknya isu populis dalampolitik identitas mengancam persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia. Selainmemanfaatkan isu agama untuk mendapatkan dukungan politik, ada juga celah penting yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang ingin memecah belahbangsa Indonesia. Dampak politik identitas lainnya, yakni:
1. Dapat Menyerang Kelompok Tertentu
Hal tersebut dapat berujung pada diskriminasi bahkan radikalisasi. Pengaruh identitasyang dapat menyerang kelompok tertentu mengacu pada situasi dimana seseorangatau kelompok merasa terancam atau diserang karena aspek identitas seperti agama, etnis atau orientasi seksual. Hal ini dapat memicu ketegangan antar kelompok, meningkatkan risiko diskriminasi, dan dalam beberapa kasus mendorong radikalisasidi kalangan mereka yang merasa terpinggirkan atau tidak aman dengan identitasnya.
2. Kedamaian Negara Terancam
Identitas politik yang digunakan dalam konteks keamanan nasional dapat merujukpada ketegangan antar kelompok yang berbeda identitas sehingga dapat memicukonflik atau mengancam stabilitas nasional. Misalnya, ketika pemerintahmemanipulasi isu identitas untuk mendapatkan dukungan atau mengurangi kohesi, halini dapat menciptakan ketidakstabilan, yang pada akhirnya dapat mengancamkeamanan nasional.
3. Pertarungan Melawan Satu Sama Lain
Politik identitas yang agresif melibatkan persaingan antar kelompok berdasarkankarakteristik identitas seperti etnis, agama, gender, atau orientasi seksual. Hal ini padaakhirnya mengarah pada konflik karena kelompok-kelompok tersebut berupayamendapatkan kekuasaan atau hak yang mereka anggap diperjuangkan, sehingga dapatmenimbulkan ketegangan sosial.
4. Pemberantasan Pluralisme Polarisasi dalam Masyarakat
Politik identitas pemberantasan pluralitas dalam masyarakat berarti berusahamenghilangkan kesamaan pandangan dan nilai-nilai dalam masyarakat denganmenekankan identitas tertentu dan menentang pluralisme. Hal ini dapat menimbulkanpolarisasi, dimana perbedaan diabaikan atau dianggap sebagai ancaman sehinggamenimbulkan ketegangan dan konflik dalam masyarakat.
5. Membawa Perselisihan
Politik identitas mencakup rujukan pada situasi di mana kelompok-kelompok berbedamengidentifikasi diri mereka berdasarkan karakteristik tertentu, seperti etnis, agama, gender atau orientasi seksual, dan konflik yang timbul dari perbedaan identitastersebut. Perselisihan dapat muncul ketika kelompok-kelompok ini bersaing untukmendapatkan kekuasaan, sumber daya atau pengakuan, sehingga menyebabkanketegangan dan konfrontasi antar identitas.
Oleh karena itu, jika isu politik identitas turut dilanggengkan, maka dapat menimbulkankemunduran solidaritas dan kesatuan, sehingga akan memperbesar peluang terjadinyapolarisasi masyarakat bahkan elite politik. Selain itu, politik identitas juga dapat melemahkanprinsip-prinsip demokrasi, jika populisme dalam politik identitas semakin menguat, makakeadilan sosial, persamaan hak bagi seluruh rakyat Indonesia, bahkan kebebasan orang lain dan diri sendiri akan hilang. Jika tidak diupayakan sejak hari ini, maka kehancuran bangsamenyapa di depan mata.
![]()

