Penulis : Aulia Cahyaning Ratri & Sahlu Nabila Ramadhan
Rasisme adalah perilaku yang membedakan dan menyetidaksetarakan individu atau kelompok terhadap kelompok lain, berdasarkan warna kulit, suku, ras, serta asal usul seseorang yang membuat adanya batasan atau pelanggaran hak serta kebebasan seseorang.
Dilansir dari laman Index Mundi pada hari Selasa, 11 Oktober 2022. Data penyelenggara statistik menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi ke-14 sebagai negara paling rasis, dengan poin Index 4,99 poin berdasarkan hasil survei.
Dari banyaknya kasus rasisme yang terjadi di Indonesia salah satu kasus terbesarnya adalah tragedi kerusuhan 1998 yang menjadikan etnis Tionghoa sebagai target utamanya. Sejarah kelam ini diawali oleh adanya krisis financial Asia atau krisis moneter yang terjadi pada satu tahun sebelumnya tepatnya pada tahun 1997-1998. Lantas mengapa etnis Tionghoa menjadi korban utama pada tragedi ini? Andreas Bernat mengatakan bahwasanya kerusuhan ini sudah disetting sejak lama dan trigger paling mudah adalah rasisme. Mengapa demikian? Karena kerusuhan terjadi saat ia sudah bekerja di tahun1997-1998, sedangkan sejak ia SMA kelas 1 mulai tahun 1990 di tempat ibadah sudah terdengar khotbah yang menghalalkan darah keturunan cina dan halal merampas harta mereka. Bahkan disekolahnya, ia merasakan kepala sekolah dan sebagian guru bersikap rasis dan anti agama lain yang sudah mulai dikembangkan melalui kegiatan keagamaan di sekolahnya.
Puncaknya pada kerusuhan 1998 menjadi ladang kesempatan bagi sebagian pihak yang ingin menguasai panggung politik dengan cara memanfaatkan Ormas umum maupun Ormas agama untuk memanaskan suasana.
Selain itu etnis Tionghoa juga dianggap dapat lebih menguasai perekonomian di Indonesia di bandingkan masyarakat pribumi asli. Dapat dilihat dari banyaknya toko yang di dominasi oleh etnis Tionghoa. Olehnya, pada kerusahan itu juga demonstran menjarah toko di sekitar yang dianggap pemiliknya memiliki darah keturunan Tionghoa.
Opini dari penulis sendiri, tidak seharusnya etnis Tionghoa mendapatkan rasis dalam bentuk apapun. Karena suku Tionghoa juga sudah di anggap sebagai bagian dari lingkup nasional Indonesia dengan UUD yang telah di tetapkan. Selain itu, etnis tionghoa juga sudah sejak lama menginjakkan kaki di Indonesia.
Sejarah menuliskan kedatangan etnis tionghoa di Indonesia dimulai pada awal abad ke-5. Pada tahun 414 M, mulanya para etnis tionghoa ini melakukan perjalanan ke india lalu terdampar di pulau jawa. Sejak saat itu, orang-orang tionghoa mulai banyak berdatangan seiring dengan berjalannya proses hubungan perdgangan.
Suku Tionghoa juga memiliki kontribusi dalam kemerdekaan Indonesia, suku ini pun telah tiba di Nusantara bahkan sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda. Salah satu pahlawan berdarah tionghoa yang memiliki kontribusi besar dalam kemerdekaan Indonesia ialah Liem Koen Hian, seorang wartawan sekaligus politikus hindia belanda, yang sukses memboikot sepak bola belanda dan memboikot musuh di golongan belanda dan tionghoa melalui tulisannya. Liem memiliki banyak musuh dari pers belanda, sehingga liem dengan PTI-nya dianggap sebagai tukang tipu, pemberontak, dan komunis. Sedangkan dari pers melayu, mereka melihat liem sebagai nasionalis cina palsu.
Dalam sejarah etnis tionghoa di Indonesia ini, mereka menjadi bagian penting dari kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik di Indonesia. Olehnya, menurut penulis sendiri, tindak diskriminatif sangat tidak layak untuk di berikan kepada suatu kelompok yang dianggap kurang berkuasa ataupun dianggap minoritas.
Indonesia sendiri merupakan negara yang tidak berdiri hanya dengan satu ras dan suku saja tetapi terdapat kurang lebih 1.340 suku bangsa yang membuat Indonesia memiliki kriteria Bhineka Tunggal Ika yang berarti meskipun kita berbeda-beda tetapi tetap satu jua, yang seharusnya masyarakat sudah menanamkan sifat toleransi sejak sangat dini. Entah dari segi agama, ras, suku, maupun bahasa. Tidak ada yang pantas untuk diperlakukan secara tidak adil.