Samarinda, Cakrawalakaltim.com – Aksi demonstrasi oleh Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Bergerak (Makara) yang berlangsung dua kali di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar, Samarinda, berakhir ricuh. Aksi yang digelar pada Jumat (23/8/24) dan Senin (26/8/24) ini bertujuan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Pilkada.
Namun, demonstrasi yang seharusnya berjalan damai berubah menjadi bentrokan dengan aparat keamanan.
Pada aksi pertama, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Samsun, keluar menemui massa untuk menenangkan situasi dan menampung aspirasi mahasiswa.
“Kami akan menampung dan menyampaikan aspirasi adik-adik ke pusat,” ujar Samsun pada Jumat (23/8/24) di tengah massa aksi.
Namun, pada aksi kedua yang digelar Senin (26/8/24), situasi semakin memanas. Mahasiswa kecewa karena tidak ada satupun anggota DPRD yang keluar untuk menemui mereka. “Semua kita mau keluar nanti,” ujar Hasanuddin Mas’ud, Ketua DPRD Kaltim saat diwawancarai wartawan usai Rapat Paripurna ke-30 pada Senin (28/8/24), namun kenyataannya tidak ada dewan yang keluar menemui massa.

“Itu putusan dari pusat, kalau kita di daerah ini kan hanya mengikuti, tidak mungkin kami di daerah tidak mengikuti putusan dari pusat,” ujar Hasanudin.
“Saya kira kalau sudah jadi putusan MK yang sudah final, kita ikuti saja,” lanjutnya.
Situasi ini memicu kemarahan para demonstran yang kemudian memblokade gerbang utama Gedung DPRD.
Aparat kepolisian yang dikerahkan dalam jumlah besar, sekitar 800 personil dari Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim, Brigade Mobile (Brimob), dan Kepolisian Resor (Polres) Kutai Kartanegara, berusaha untuk meredam situasi. Kombes Pol Ary, yang memimpin pengamanan, menyatakan bahwa pihaknya sudah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menyampaikan orasi. “Lihat sendiri, kita baru saja selesai mengamankan kegiatan aksi unjuk rasa. Mahasiswa sudah diberi kesempatan untuk memberikan orasi, tapi mereka masih tidak mau membubarkan diri,” kata Ary.

Ary juga menjelaskan bahwa pembubaran dilakukan karena aksi sudah melewati batas waktu yang ditentukan dan mengganggu aktivitas masyarakat. “Karena jalanan di depan DPRD cukup padat, dari jalan Teuku Umar dan Rapak Indah, otomatis masyarakat pasti terganggu. Oleh karena itu, kami sudah menghimbau, beberapa kali sudah kami himbau, tapi akhirnya dibalas dengan lemparan botol,” jelas Ary.
Tindakan anarkis ini memaksa aparat untuk mengambil langkah tegas dengan mendorong mundur para demonstran.
Salah satu mahasiswa, Bahri yang berada di garis depan aksi menceritakan pengalamannya saat terjadi bentrokan. “Posisi kami yang di depan gerbang ini, sekitar dua puluh meteran, water canon kena mataku, dan aku tersungkur, luka,” ungkap Bahri.

Meski bentrokan terjadi, Kombes Pol Ary memastikan bahwa tidak ada anggota kepolisian yang terluka serius. “Sampai saat ini belum ada anggota yang terluka, tapi kena lemparan. Beberapa pegawai DPRD juga kena lemparan,” ujarnya menutup pernyataan.
Demonstrasi ini menunjukkan eskalasi ketegangan yang perlu diantisipasi ke depannya, terutama dalam situasi politik yang semakin memanas di Indonesia khususnya Kalimantan Timur. (AD)