Samarinda, Cakrawalakaltim.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda mendorong seluruh fasilitas kesehatan primer di kota ini untuk segera menerapkan Integrasi Layanan Primer (ILP). Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinkes Samarinda, Ismid Kusasih, dalam kegiatan Sosialisasi Penguatan Tata Kelola Program ILP yang digelar di Hotel Midtown, Samarinda, pada Selasa (22/10/2024).
Program ILP merupakan bagian dari transformasi sistem kesehatan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.01.07/MENKES/2015/2023. Program ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terintegrasi dengan pendekatan yang mengikuti siklus kehidupan, mulai dari masa bayi hingga lanjut usia, melalui fasilitas kesehatan primer.
“ILP ini merupakan upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Kami memberikan pelayanan kesehatan yang dimulai dari lahir hingga lanjut usia, semuanya terintegrasi di faskes primer,” jelas Ismid.
Di bawah naungan Dinkes Samarinda, terdapat 26 puskesmas, 32 puskesmas pembantu, dan 700 posyandu yang menjadi bagian dari penerapan program ILP. Program ini berfokus pada tiga aspek utama, yaitu integrasi pelayanan berdasarkan siklus hidup, perluasan layanan hingga tingkat kelurahan dan padukuhan, serta penguatan pemantauan wilayah melalui dashboard situasi kesehatan.
Sasaran utama program ILP meliputi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi dan anak-anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, dewasa, serta lanjut usia. Selain itu, ILP juga mencakup pengendalian penyakit menular dan layanan lintas klaster seperti laboratorium, farmasi, kegawatdaruratan, serta rawat inap di puskesmas yang memiliki fasilitas tersebut.
Meskipun Ismid yakin Samarinda siap menjalankan program ini, tantangan utama yang dihadapi adalah kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan hasil studi banding ke DI Yogyakarta, ditemukan bahwa jumlah tenaga kesehatan, khususnya dokter dan ahli gizi, di puskesmas Samarinda masih jauh dari ideal.
“Di Yogyakarta, satu puskesmas bisa memiliki 5 hingga 6 dokter. Di Samarinda, rata-rata hanya ada 2 atau 3 dokter, bahkan di beberapa puskesmas terpencil hanya ada 1 dokter. Kondisi ini juga berlaku untuk tenaga gizi, di mana di Samarinda maksimal hanya ada 1 nakes gizi per puskesmas, sementara di Jawa bisa ada 4,” ujar Ismid.
Kendati demikian, Ismid menekankan bahwa keterbatasan SDM bukan alasan untuk menunda penerapan ILP. Dia optimistis Samarinda mampu menjalankan program ini, meskipun secara nasional implementasi ILP di berbagai kabupaten dan kota masih belum sepenuhnya berjalan.
“Walaupun masih ada tantangan, saya yakin Samarinda Insya Allah bisa menjalankan ILP dengan baik. Tidak ada alasan untuk tidak segera menerapkan program ini,” tegas Ismid.
Dengan dukungan fasilitas yang memadai, Dinkes Samarinda berharap program ILP dapat segera diimplementasikan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di seluruh faskes primer kota Samarinda. (DS)