Pelaku ilegal fishing dengan menggunakan bom ikan, Sardin (39), yang beroperasi di perairan Pulau Sambit, Kecamatan Maratua, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur dijatuhi hukuman pidana dua tahun penjara dan denda Rp. 10 juta oleh Pengadilan Negeri Tanjung Redeb. Putusan ini dikeluarkan pada Selasa (16/7/2024), sesuai dengan amar putusan No. 118/Pid.Sus/2024/PN Tur. Sardin terbukti melanggar hukum dengan sengaja menangkap ikan menggunakan bahan peledak yang merusak ekosistem laut, khususnya di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau, Dedi Riyanto, menjelaskan bahwa apabila denda tidak dibayarkan, maka Sardin harus menjalani hukuman kurungan selama satu bulan. “Hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi nelayan nakal lainnya, agar tidak ada lagi aktivitas pengeboman ikan di wilayah perairan Berau,” kata Dedi dalam pernyataannya pada Senin (7/10/2024).

Upaya Konservasi Laut Berau dan Tantangan yang Dihadapi
Tindakan penegakan hukum terhadap Sardin tidak lepas dari peran penting berbagai pihak yang terus memantau dan menjaga keberlanjutan laut di Kabupaten Berau. Salah satunya adalah Lembaga Maratua Peduli Penyu (Malipe) yang aktif melakukan patroli laut bersama aparat penegak hukum dan komunitas nelayan setempat.
Dalam wawancara pada Rabu (9/10/2024), Sinta Swastika, Wakil Ketua Lembaga Maratua Peduli Penyu, mengungkapkan pentingnya program patroli laut untuk menjaga ekosistem laut Berau yang luas, mencakup sekitar 30% dari keseluruhan wilayah. “Kami melakukan monitoring laut dua kali sebulan, bekerja sama dengan aparat keamanan seperti Polair Polda Kaltim, Polsek Maratua, Angkatan Laut, dan didukung oleh Global Conservation,” jelasnya.
Sinta juga menekankan bahwa kegiatan ilegal fishing, termasuk pengeboman ikan, masih menjadi ancaman serius bagi kelestarian laut Berau. “Kami beberapa kali menemukan kasus bom ikan, termasuk pada bulan Februari 2024, serta penangkapan kapal yang membawa sirip hiu. Monitoring laut ini bertujuan untuk mengurangi aktivitas ilegal fishing yang sempat terjadi hampir setiap hari,” ujarnya.
Dampak Ilegal Fishing terhadap Ekosistem dan Nelayan Lokal
Salah satu dampak serius dari pengeboman ikan adalah kerusakan ekosistem terumbu karang yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Selain itu, banyak satwa liar yang dilindungi, seperti penyu sisik, penyu hijau, dan pari manta, yang juga terancam akibat aktivitas ilegal ini. Keberadaan satwa-satwa ini menjadi daya tarik wisatawan yang menikmati keindahan laut Berau. Jika pengeboman terus dilakukan, potensi pariwisata Bahari di Berau pun akan rusak.
Sinta juga menyebutkan bahwa nelayan-nelayan ramah lingkungan sering mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan akibat bom ikan. “Biasanya, mereka bisa mendapatkan dua hingga lima kilogram ikan dalam sehari, sekarang tinggal sedikit. Itu karena banyak ikan yang mati akibat pengeboman,” ujarnya.
Keberhasilan program monitoring laut ini juga tidak lepas dari peran nelayan setempat yang memiliki alat komunikasi canggih, seperti internet dan satelit, sehingga mereka bisa dengan cepat melaporkan kejadian ilegal fishing kepada pihak berwenang. “Nelayan yang peduli dengan kelestarian laut Berau banyak sekali, dan mereka terbantu dengan adanya patroli laut ini,” tambah Sinta.

Dukungan dari Global Conservation dan Harapan Masa Depan
Dukungan finansial dari Global Conservation juga sangat penting dalam menjalankan program patroli laut di Berau. Dana yang diberikan digunakan untuk biaya operasional, seperti bahan bakar kapal patroli. “Untungnya ada Global Conservation yang membantu kami untuk terus menjalankan patroli laut,” kata Sinta.
Dalam pernyataan dari Global Conservation, organisasi tersebut berharap agar para nelayan semakin peduli terhadap kelestarian laut Berau. “Banyak karang dan satwa liar yang dijaga di sini, dan itu merupakan daya tarik wisatawan. Kami berharap kegiatan ilegal fishing dapat dihentikan agar ekosistem laut tetap lestari,” ungkap perwakilan dari Global Conservation.
Namun, Sinta mengakui bahwa meskipun sudah ada upaya edukasi dari berbagai pihak, beberapa nelayan masih nekat menggunakan bom ikan untuk keuntungan cepat. “Dinas Perikanan Berau sudah melakukan banyak edukasi kepada para nelayan, tapi ada saja yang tetap melanggar karena tergiur keuntungan besar,” tuturnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Maratua Peduli Penyu juga berupaya memutus regenerasi nelayan ilegal fishing dengan memberikan edukasi ke sekolah-sekolah di sekitar wilayah pesisir. “Kami ingin memutus rantai pengeboman ikan dari anak-anak nelayan di sekolah-sekolah. Ini bagian dari upaya kami agar di masa depan, praktik ilegal fishing dapat dihentikan,” tambahnya.
Dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku ilegal fishing seperti Sardin, serta dukungan dari lembaga konservasi dan komunitas lokal, harapannya adalah kelestarian laut Berau dapat terus terjaga dan menjadi contoh bagi daerah lain dalam memerangi aktivitas pengeboman ikan dan perusakan ekosistem laut. (ad)
![]()
