SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Banjir yang terus berulang di Kota Samarinda kembali mendapat sorotan tajam. Kali ini, Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, menegaskan bahwa banjir harus dilihat bukan hanya sebagai bencana alam, tetapi sebagai bukti kegagalan kebijakan tata ruang yang selama ini diabaikan.

Menurut Aris, persoalan banjir bukan lagi sekadar teknis perbaikan drainase atau cuaca ekstrem yang datang tiba-tiba. Ia menilai, akar permasalahan justru terletak pada model pembangunan kota yang selama ini mengorbankan ruang-ruang ekologis demi ekspansi infrastruktur dan kawasan komersial.

“Selama ruang resapan air terus dikonversi jadi perumahan dan ruko tanpa hitungan ekologis, banjir akan terus jadi siklus tahunan. Ini bukan sekadar soal air, ini tentang kesalahan tata ruang,” kata Aris, Jumat (24/5/2025).

Ia menyebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Samarinda saat ini belum cukup menjawab tantangan perubahan iklim dan kerentanan lingkungan. Untuk itu, ia mendorong agar Perda RTRW Nomor 7 Tahun 2023 segera dievaluasi dan direvisi, khususnya pasal-pasal yang masih membuka peluang pembangunan di kawasan rawan banjir seperti bantaran sungai dan daerah cekungan.

Aris juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap penerbitan izin pembangunan di wilayah yang secara ekologis seharusnya dilindungi. Menurutnya, keberanian pemerintah untuk menolak atau mencabut izin yang bertentangan dengan prinsip keberlanjutan menjadi ujian nyata komitmen dalam mengatasi banjir.

“Kita tidak bisa terus berdamai dengan bencana. Kalau tidak ada perubahan dalam kebijakan ruang, kita sedang menggiring kota ini menuju krisis lingkungan yang lebih besar,” tegasnya.

Meski demikian, Aris tidak menampik bahwa upaya jangka pendek seperti normalisasi saluran dan peningkatan drainase tetap diperlukan. Namun, ia mengingatkan bahwa solusi teknis itu hanya efektif jika diiringi oleh perubahan kebijakan yang lebih strategis dan menyeluruh.

Ia juga mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan peran mereka, terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan agar saluran air tidak tersumbat oleh sampah rumah tangga.

“Banjir adalah cermin kolektif. Ini persoalan pemerintah, pengembang, dan warga. Kita harus duduk bersama untuk menyelamatkan kota ini dari kehancuran yang kita ciptakan sendiri,” tutup Aris.(ADV*)

Loading

By redaksi