SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menanggapi isu penolakan terhadap pendirian rumah ibadah yang kembali mencuat di tengah masyarakat. Dalam wawancara di Kantor DPRD Samarinda pada Selasa (8/7/2025), ia menyampaikan pandangan mendalam mengenai makna toleransi beragama, khususnya dalam konteks kehidupan sosial masyarakat Kota Tepian.
Menurut Samri, konsep toleransi sering kali disalahartikan, seolah-olah harus selalu menuruti kehendak satu pihak tanpa mempertimbangkan kenyamanan bersama di lingkungan sekitar. Padahal, katanya, toleransi sejati justru lahir dari rasa saling pengertian dan kenyamanan yang tumbuh secara alami.
“Jadi gini, toleransi ini juga perlu dimaknai, tidak semua kemudian, misalnya dalam suatu daerah ada hanya nggak sampai 10 persen penduduknya, kemudian kita mengabaikan orang yang banyak. Toleransi yang dimaksud di sini ketika kita sudah sama-sama nyaman.”
“Orang kemudian tidak merasa terganggu, walaupun di situ hanya ada satu orang yang beda agama. Kita nnggak bisa memaksakan yang namanya toleransi tapi kemudian orang itu tidak nyaman. Toleransi itu yang dimaksud lahir dari dalam, yang kemudian kita merasa nyaman,” ungkap Samri.
Menanggapi kasus penolakan pembangunan Gereja Toraja di kawasan Kelurahan Keledang, Samri menilai penting untuk memahami bahwa sikap masyarakat tidak selalu berarti intoleransi. Ia menegaskan, dalam beberapa kasus, penolakan yang terjadi lebih banyak disebabkan karena prosedur dan regulasi yang belum dipenuhi.
“Kadang-kadang kita itu menyebut toleransi itu diselewengkan. Ketika di situ ada ketidaksepahaman, langsung disebut intoleran. Tapi kita belum memenuhi dulu hak dasar di masyarakat itu. Kenapa kemudian itu ada penolakan? Kan tentu ada sebab,” jelasnya.
Lebih lanjut, Samri menekankan bahwa masyarakat Keledang sendiri sebenarnya tidak menolak keberadaan rumah ibadah, yang menjadi sorotan mereka adalah pelaksanaan aturan yang belum dipenuhi oleh pihak pemohon pembangunan.
“Masyarakat Keledang itu menyatakan, kami tidak menolak sebenarnya adanya rumah ibadah itu, tapi aturannya dijalankan dulu,” pungkasnya.
Sebagai Ketua Komisi I yang membidangi pemerintahan dan hukum, Samri menyatakan pihaknya akan terus mendorong dialog antara warga, pemangku kepentingan, dan pemerintah, agar semangat keberagaman di Samarinda tetap terjaga dalam bingkai konstitusi dan norma sosial.(ADV/DPRD SAMARINDA)