SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Persoalan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) kembali mencuat dalam upaya pelestarian cagar budaya dan museum di Kota Samarinda. Hal ini disampaikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda saat rapat bersama Komisi IV DPRD Samarinda, Rabu (10/9/2025).

Kabid Kebudayaan Disdikbud Samarinda, Barlin Hadi Kesuma, mengungkapkan tenaga yang dimiliki bidang kebudayaan saat ini hanya 20 orang. Dengan jumlah tersebut, beban kerja pengelolaan cagar budaya, museum, rumah adat, serta kesenian sudah sangat maksimal.

“Jadi kita selalu menginginkan adanya training atau pembinaan kepada staf-staf kami. Tapi kendala dari kami, tadi juga sudah disampaikan kepada dewan, bahwa kami kekurangan SDM. Kami cuma 20 orang dengan pengelolaan cagar budaya, museum, rumah adat, dan kesenian. Itu sudah maksimal, jadi tidak bisa melakukan perubahan cepat,” terangnya.

Barlin menambahkan, jika mengacu pada regulasi Kementerian PAN-RB, bidang kebudayaan sebenarnya berhak mendapatkan tambahan pamong budaya hingga 28 orang. Namun saat ini, jumlah yang tersedia baru empat orang.

“Itu menunjukkan bahwa sangat minim manpower kita untuk bisa menjalankan fungsi sesuai dengan undang-undang,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, turut menyoroti hal serupa. Menurutnya, keterbatasan tenaga ahli budaya membuat upaya pelestarian kurang maksimal. Ia mencontohkan kebutuhan pamong di berbagai bidang seperti musik, keramik, hingga bahasa yang tidak tersedia.

“Kita melihat sendiri bagaimana sebenarnya cagar budaya yang ada di Kota Samarinda, ada rumah adat, museum, ada pelestarian budaya. Itu tidak terlalu maksimal. Banyak yang menghambat, salah satunya SDM. Kita hanya punya 4. Padahal kita perlu pamong ahli kesenian, musik, keramik, bahasa, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Ia menambahkan, peluang sebenarnya terbuka karena Kementerian PAN-RB memberikan izin pengangkatan pamong budaya. Namun, persoalan justru terletak pada ketersediaan tenaga di Samarinda.

“Kita punya prodi seni budaya di IKIP, tapi ternyata juga tidak bisa meng-cover. Selain SDM, status pegawai juga jadi kendala. ASN sedikit, honorer dan PPPK tidak ada. Ini yang menghambat,” lanjut Sri Puji.

Sri Puji menilai masalah ini juga terkait erat dengan visi misi Wali Kota Samarinda mengenai peningkatan SDM unggul. Ia menekankan perlunya keberpihakan anggaran agar kebijakan pelestarian budaya bisa berjalan.

“Kita bertemu kembali dan membicarakan ini, kaitannya nanti dengan kebijakan anggaran. Tapi kaitannya juga tentang visi misi wali kota tentang peningkatan SDM unggul,” tegasnya.

Menurutnya, dukungan anggaran penting agar aset budaya seperti Teras Samarinda, rumah adat, dan masjid tua dapat dikelola dengan baik sekaligus diperkenalkan kepada masyarakat.

“Itu bisa digunakan diperkenalkan ke masyarakat. Tapi tanpa dukungan anggaran dari kota, kan tidak bisa juga,” pungkas Sri Puji.(MYG)

Loading

By redaksi