SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan akan menambah sertifikasi terhadap 2.004 bidang tanah ulayat di Kalimantan Timur. Langkah ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat, sekaligus mengurangi potensi konflik agraria di daerah.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi Daerah Pertanahan dan Tata Ruang se-Kaltim yang berlangsung di Pendopo Odah Etam, Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Jumat (24/10/2025).
Ia menjelaskan, program ini merupakan implementasi dari Permen ATR/BPN Nomor 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu.
“Tanah ulayat yang dikuasai secara kolektif oleh masyarakat adat harus memiliki kepastian hukum. Karena itu, kami akan sertifikatkan seluruh tanah adat yang sudah memiliki dasar kelembagaan yang jelas,” tegas Nusron.

Ia memaparkan, tanah ulayat di Kalimantan Timur mencakup sekitar 16,34 persen dari total luas wilayah provinsi, dan sebagian besar kini sedang dalam proses sertifikasi oleh pemerintah. Namun, Nusron mengakui masih ada kendala yang harus diselesaikan, terutama terkait ketidakjelasan kelembagaan adat sebagai pemegang hak ulayat.
“Biasanya problem tanah ulayat itu terletak pada kepastian kelembagaan adatnya. Siapa yang menjadi pemegang adat setempat? Karena adatlah yang menerbitkan hak ulayat tersebut,” ujarnya.
Nusron menekankan, tanah adat tidak bisa hanya diklaim secara lisan tanpa bukti kelembagaan. Pemerintah, kata dia, mendorong pembentukan dan pengakuan lembaga adat sebagai dasar penerbitan sertifikat hak komunal.
“Kalau kelembagaan adatnya sudah jelas, proses sertifikasi akan lebih mudah. Kami ingin semua tanah adat di Kaltim tersertifikasi untuk mencegah konflik di kemudian hari,” tambahnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa pemerintah memproses permasalahan pertanahan dengan prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial.
“Pendekatannya adalah win-win solution. Negara tetap mencatat tanah tersebut sebagai aset nasional, sementara hak masyarakat adat juga tetap terlindungi,” kata Nusron.(MYG)
![]()
