Di tengah derasnya arus globalisasi, disrupsi teknologi, dan kompleksitas persoalan sosial, kehadiran perempuan tidak lagi bisa diposisikan hanya sebagai pendamping. Perempuan dituntut menjadi subjek utama dalam menggerakkan perubahan. Dalam konteks itu, Korps HMI-Wati (Kohati) hadir sebagai jawaban atas tantangan zaman modern, sekaligus kontributor penting dalam proses pembaharuan di berbagai lini kehidupan
Era modern membawa peluang sekaligus tantangan. Perkembangan digital membuka ruang luas bagi akses ilmu pengetahuan, namun juga menghadirkan ancaman seperti degradasi moral, individualisme, hingga kesenjangan sosial. Sejalan dengan penyampaian materi “Perspektif Kohati Sebagai Kontributor Pembaharuan” oleh Yunda Dri Fia Yulanda pada forum LKK Training Raya Cabang Samarinda “Perempuan adalah tonggak pembaharuan dan peradaban” jadi di sinilah peran Kohati menjadi relevan. Juga sebagai wadah perkaderan perempuan Muslim, Kohati tidak hanya membekali anggotanya dengan wawasan keislaman, tetapi juga kepekaan sosial, keterampilan kepemimpinan, dan daya kritis. Hal ini menjadi bekal penting agar kader Kohati mampu menjawab problem zaman dengan gagasan segar sekaligus tindakan nyata.
Kohati adalah ruang dialektika yang melahirkan intelektual perempuan Muslim progresif. Melalui tradisi literasi, diskusi, dan kajian keislaman, Kohati mendorong kadernya agar mampu menyuarakan perspektif baru yang relevan dengan isu kontemporer: kesetaraan gender, kesehatan reproduksi, pemberdayaan ekonomi perempuan, hingga peran perempuan dalam pembangunan bangsa. Dengan begitu, Kohati menjelma sebagai kontributor pembaharuan dalam ranah pemikiran—membumikan nilai Islam dalam wajah modernitas.
Pembaharuan tidak cukup hanya berhenti pada tataran ide. Kohati menjawab tantangan zaman modern dengan menghadirkan aksi nyata di masyarakat. Program pemberdayaan perempuan, advokasi terhadap korban kekerasan, hingga inisiatif sosial berbasis komunitas menjadi bukti konkret. Kehadiran kader Kohati yang peduli, tangguh, dan solutif menunjukkan bahwa perempuan bukan sekadar objek pembangunan, melainkan agen perubahan yang membawa nilai kemanusiaan dan keadilan.
Modernitas menuntut lahirnya pemimpin yang visioner, adaptif, dan berintegritas. Kohati memberikan ruang aktualisasi bagi perempuan untuk melatih kepemimpinan inklusif yang tidak hanya mengedepankan rasionalitas, tetapi juga empati dan sensitivitas sosial. Di tengah dominasi laki-laki dalam ruang publik, kehadiran kader Kohati yang siap memimpin adalah wujud pembaharuan itu sendiri: membongkar sekat-sekat lama yang membatasi peran perempuan.
Kohati sebagai kontributor pembaharuan adalah jawaban atas tantangan zaman modern. Melalui gagasan kritis, aksi sosial nyata, dan kepemimpinan progresif, Kohati membuktikan bahwa perempuan adalah kekuatan transformatif yang tak terpisahkan dari proses pembangunan bangsa. Modernitas tidak boleh menjadi alasan untuk tercerabut dari nilai Islam, justru menjadi ruang bagi Kohati untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam mampu bersanding dengan kemajuan zaman.
Kohati bukan sekadar pelengkap, tetapi pionir pembaharuan yang menghadirkan jawaban atas tantangan modernitas. Perempuan Muslim yang terdidik, berdaya, dan visioner adalah aset peradaban. Dengan semangat Kohati, pembaharuan bukan lagi sekadar jargon, tetapi gerakan nyata menuju masyarakat yang lebih adil, berdaya, dan berkeadaban.