Samarinda, Cakrawalakaltim – Pada Jumat (21/6/24), di Setiap Hari Kopi, Jalan Ir. Juanda, Kota Samarinda, Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda mengadakan dialog bersama mahasiswa dengan tema “Harmonisasi Lembaga Politik dan Birokrasi.”
Acara ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan wewenang dan fungsi antara OPD lainnya dengan Sekretariat DPRD serta meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai birokrasi dan politik.
Dalam diskusi, Sekretaris DPRD Kota Samarinda, Agus Tri Susanto mengungkapkan bahwa acara ini diadakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang sering muncul dari mahasiswa dan media terkait peran dan wewenang masing-masing lembaga. “Seringkali mahasiswa datang ke kantor kemudian beberapa media juga sering datang ke kantor saya, pertanyaannya yang tidak seharusnya dilontarkan kepada saya karena bukan domain kami, hal itulah yang kemudian menjadi dasar kita mengadakan acara ini,” jelasnya.
Selama dialog berlangsung, beberapa mahasiswa mengemukakan keinginan mereka agar Sekretariat DPRD lebih sering melakukan diskusi terkait tugas pokok dan fungsi yang berbeda dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
“Kalau kita udah duduk diskusi maka dinamika diskusi itu pasti berjalan lancar, kemudian banyak pertanyaan bahkan melebar sekali masalahnya dan kalau mau jujur saya kecewa selesai cepat banget karena sebenarnya saya kepengin sekali teman-teman mahasiswa itu tahu, sehingga bisa menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang aktif,” ujar Sekretaris DPRD.
Selain itu, Sekretaris DPRD juga menekankan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kontestasi politik.
“Kalau jadi seorang ASN itu biar bagaimanapun dia harus netral dalam kontestasi politik apapun baik Pileg maupun Pilkada maupun Pilpres tidak boleh kemudian seorang ASN itu memiliki kecondongan keberpihakan,” tegasnya.
Hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) yang mengatur bahwa Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Seorang mahasiswa juga menanyakan tentang dampak pertambangan dan regulasi terkait izin pertambangan bagi organisasi kemasyarakatan.
Menanggapi hal ini, Sekretaris DPRD menjelaskan bahwa izin tambang Organisasi Masyarakat Keagamaan harus sama dengan izin tambang perusahaan, perlu adanya kelengkapan data dan analisis dampak lingkungan yang komprehensif.
“Karena konsesi tambang bukan sebatas izin di lembaran kertas. Ada proses yang panjang. Ada tuntutan profesional, tuntutan modal, lingkungan, dan sebagainya,” jelasnya.
Dialog ini diakhiri dengan penekanan pentingnya transparansi dalam pemerintahan.
Sekretaris DPRD mengingatkan bahwa saat ini sudah ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008) sehingga tidak ada yang ditutup-tutupi.
“Step-step pengambilan keputusan kebijakan dari bidang eksekutif kita punya SOP dari awal penentuan kebijakan, dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan,” tutupnya.
Acara ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai birokrasi dan politik serta mendorong partisipasi aktif mereka dalam dialog publik demi kemajuan bersama. (AD)