SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Perempuan Mahardhika Samarinda melakukan sosialisasi tentang Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Kantor Kecamatan Samarinda Seberang, Jum’at (30/8/2024). Sosialisasi ini dalam rangka untuk memutus rantai kekerasan seksual.
Diketahui, sudah dua tahun lamanya UU TPKS disahkan oleh negara untuk bisa memberikan keadilan kepada korban kekerasan berbasis gender. Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui pentingnya UU TPKS ini.
Sehingga diperlukannya seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk menyebarkan UU TPKS. Bahkan di dalam UU tersebut, khususnya di pasal 85 ayat (1), masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan, pendampingan, pemulihan dan pemantauan terhadap tindak pidana kekerasan seksual.
Berangkat dari hal ini lah, Perempuan Mahardhika melaksanakan sosialisasi dengan target sasaran awalnya ialah Samarinda Seberang. Dalam sosialisasi ini, menghadirkan beberapa narasumber. Diantaranya Kepala Seksi Tindak Lanjut UPTD PPA Kaltim Mirza Alfian, Direktur LBH APIK Kaltim Kasmawati, Koordinator Paralegal Perempuan Mahardhika Samarinda Disya Halid dan Komite Nasional Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi.
Kepala Seksi Tindak Lanjut UPTD PPA Kaltim, Mirza mengakui dirinya senang dengan inisiasi yang dilakukan Perempuan Mahardhika ini. Karena memang masih kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kasus kekerasan seksual ini.
“Terima kasih sekali kepada generasi muda yang peduli dengan kasus ini. Karena secara teoritis, kasus-kasus terhadap perempuan dan anak ini hanya 10 persen yang terlaporkan. Nah kepedulian kitalah yang akan menentukan apakah kasus ini akan terus berlanjut atau kita putus,”terangnya.
Di kesempatan ini, Mirza memaparkan pelayanan UPTD PPA Kaltim dalam menerima dan menangani kasus kekerasan berbasis gender. UPTD PPA memberikan pelayanan bantuan hukum dan bantuan psikologi.
“Ini juga yang perlu ditekankan, bahwa bagi pelapor tidak akan kami sebarkan identitasnya. Pasti kami rahasiakan. Serta bagi korban yang melapor, tidak kami pungut biaya sama sekali,”tegasnya.
Sementara itu, Mutiara Ika Pratiwi atau akrab disapa Ika mengungkapkan, sosialisasi ini memang disasar ke ibu-ibu yang menjadi penggerak. Tidak secara struktur formal, namun sebagai penggerak sosial.
“Misalnya ada kasus kekerasan di rumah tangga yang ada di lingkungan sekitar gitu. Dan ibu-ibu seperti TP PKK dan posyandu sangat dekat mengetahui adanya kasus kekerasan perempuan dan anak,”katanya.
Beruntungnya, dari sosialisasi ini, ada komitmen bersama dengan pihak Kecamatan Samarinda Seberang. Dimana, perlunya kelanjutan sosialisasi lebih intens hingga ke tingkat kelurahan maupun RT.
“Tadi sudah ada komitmen bersama dengan sekretaris kecamatan bahwa kegiatan ini penting untuk dilanjutkan begitu ke desa-desa atau juga mengumpulkan atau lebih spesifik lagi ke misalnya mereka yang pengurus di PKK atau di posyandu begitu ya.”
“Yang nanti bisa menjadi orang-orang yang menyebarkan informasi terkait dengan lingkungan sekitar,”kuncinya.
Perempuan Muda Jadi Rentan Korban Kekerasan Berbasis Gender, Paralegal Akan Bantu
Salah satu korban yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender ialah perempuan muda. Salah satunya, pada relasi pacaran. Bentuk-bentuk kekerasan berpotensi terjadi dalam relasi tersebut. Namun, status pacaran tidak diakui secara hukum dan negara.
Perempuan Mahardhika sendiri telah memiliki divisi Paralegal Perempuan Muda Sebaya (PPMS) yang berfokus kepada pendampingan perempuan muda korban kekerasan berbasis gender.
Koordinator PPMS, Disya mengakui bahwa banyak sekali remaja yang tidak tahu bahwa dia bisa melaporkan dengan mudah. Karena di dalam UU TPKS itu sangat rinci diatur mengenai hak-haknya dia sebagai korban.
“Misalnya ketika masih belum siap untuk melaporkan itu juga bisa mendapatkan pemulihan terlebih dahulu, kemudian juga terkait dengan alat bukti ini juga dimudahkan. Bahwa keterangan korban bisa menjadi alat bukti.”
“Kemudian juga berhak mendapatkan pendampingan gitu. Artinya berhak untuk ditemani. Misalnya masih trauma melaporkan kepolisian, maka bisa melapornya ke pendamping. Jadi nanti polisi yang akan mendengarkan rekaman korban,”paparnya.
Mengingat pula, korban kerap merasa sendiri dan kebingungan selama proses penanganan kasus. Korban perempuan muda biasanya lebih membuka diri kepada orang yang usianya setara.
“Disinilah peran paralegal Perempuan Mahardhika. Kami akan mendampingi korban untuk mendapatkan bantuan. Dari proses pelaporan hingga pasca kasusnya selesai,”katanya.
Disya berharap agar semakin banyak perempuan muda yang berani melapor kasus kekerasan seksual. Pun, dengan bantuan dari PPMS sendiri. Bisa menghubungi melalui akun Instagram @mahardhikasamarinda atau kontak 08133-033-2879.(*)