SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo mengkritisi penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ia menilai sistem tersebut malah menjauhkan terwujudnya pemerataan pendidikan.
Sigit mengungkapkan, sebelum diterapkannya sistem zonasi, seleksi PPDB dilakukan murni berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN), yang memberikan kebebasan bagi siswa untuk memilih sekolah sesuai keinginan mereka.
“Dulu, siswa pintar bebas memilih sekolah manapun, tanpa dibatasi oleh zona. Tapi, pemerintah melihat adanya ketimpangan, di mana sekolah favorit seperti SMA 1 selalu menjadi incaran, sementara sekolah di pinggiran kurang diminati,” bebernya.
Untuk mengatasi ketimpangan ini, pemerintah kemudian memberlakukan sistem zonasi dengan tujuan meratakan akses pendidikan dan mencegah penumpukan siswa di sekolah-sekolah favorit.
Namun, Sigit menilai penerapan sistem ini masih menghadapi beberapa kendala. “Zonasi dengan model gelombang dan afirmasi bagi siswa pindahan justru membuat persaingan semakin ketat. Banyak siswa yang tidak masuk ke sekolah pilihannya, meski memiliki nilai yang cukup,” paparnya.
Sigit juga memberikan contoh konkret tentang kesulitan yang dialami oleh siswa dari daerah pinggiran kota yang ingin melanjutkan pendidikan di SMA favorit di pusat kota.
“Mereka harus menempuh jarak yang jauh, tapi tidak bisa masuk karena terkendala zonasi. Ini sangat menyulitkan,” keluhnya.
Diketahui, adanya wacana untuk mengembalikan sistem PPDB berdasarkan nilai. Sigit berpesan agar keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang.
“Ini adalah hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Kita harus menimbang baik-baik, mana yang lebih baik untuk pendidikan kita. Apakah kita ingin mempertahankan sistem zonasi dengan segala kekurangannya, atau kembali ke sistem lama yang dinilai lebih adil bagi siswa berprestasi?” pesan Sigit.(ADV/DPRD KALTIM/SY)