SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda menggelar Rapat Koordinasi Aksi Gotong Royong Stunting (Agus) 2025 di Ruang Rapat Germas Lt 2, Selasa (6/5/2025). Kegiatan ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menurunkan angka stunting di Kota Tepian.
Kepala Dinas Kesehatan Samarinda, Ismed Kusasih, menyampaikan bahwa penanganan stunting tidak semata menjadi urusan sektor kesehatan. Ia menekankan pentingnya pendekatan “gotong royong” sebagai bentuk kolaborasi antara seluruh pemangku kepentingan, dari hulu hingga hilir.
“Dalam teori penanganan stunting itu ada dua, sensitif dan spesifik. Karena kami sebagai koordinator urusan spesifik, maka kami menginisiasi pertemuan ini dengan melibatkan organisasi profesi, puskesmas, dan lintas sektor lainnya,” ujar Ismed.

Ismed menyebutkan bahwa capaian penanganan stunting di Samarinda menunjukkan hasil menggembirakan. Berdasarkan data internal melalui aplikasi E-PPGBM, tingkat prevalensi stunting di kota ini diyakini sudah di bawah 20 persen, meski data resmi dari pemerintah pusat masih belum dirilis.
“Tahun lalu kita sudah menunjukkan tren positif. Jika mengacu pada data real dari lapangan, kami optimistis stunting di Samarinda sudah tertangani hingga 80 persen,” ungkapnya.
Dalam rakor tersebut, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) menjadi salah satu bahasan utama. Menurut Ismes, PMT di Samarinda telah dijalankan dengan pendekatan berbasis bahan lokal sejak 2024, ditujukan tidak hanya untuk anak stunting tetapi juga balita dan ibu hamil yang mengalami masalah gizi.
“PMT ini kita berikan kepada 663 ibu hamil dan 4.394 balita yang bermasalah gizi, termasuk underweight, wasting, maupun stunting. Pelaksanaan dimulai di sepuluh kecamatan dan sejauh ini berjalan 100 persen,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Rudy Agus Riyanto, menambahkan bahwa program PMT saat ini masih terbatas dari sisi pendanaan. Oleh karena itu, kolaborasi dengan OPD lain serta organisasi masyarakat diharapkan bisa memperluas cakupan bantuan.
“Kami punya PMT inovatif seperti PKMK, biskuit, kapsul protein, namun belum semua terkoordinasi. Diharapkan ke depan, kolaborasi ini bisa menjadi cikal bakal akselerasi penanganan stunting lewat gerakan gotong royong,” ujarnya.
Rudy menegaskan bahwa kesehatan hanya menyumbang sebagian kecil dalam penanganan stunting. Faktor ekonomi, sanitasi, hingga pendidikan dinilai turut menentukan kualitas gizi masyarakat.
“Kalau keluarga tidak kuat ekonominya, sulit untuk bicara makanan bergizi. Maka kita perlu kerja bersama, tidak bisa sektor kesehatan berjalan sendiri,” katanya.
Rakor ini juga diharapkan menjadi langkah awal pembentukan tim intervensi spesifik yang lebih aktif dan terkoordinasi.(MYG)