SAMARINDA, Cakrawalakaltim.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menilai penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota (RPIK) di daerah masih berjalan lambat. Hingga kini, baru empat daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum pembangunan industri, yaitu Bontang, Paser, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan.

Kepala Bidang Industri Disperindagkop-UKM Kaltim, Ronny Suhendra, menegaskan bahwa ketidakmerataan ini berisiko menghambat arah pembangunan industri di daerah. Padahal, RPIK sangat penting sebagai instrumen strategis untuk mengarahkan pengelolaan potensi sumber daya alam Kaltim agar berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi.

“RPIK ini sangatlah penting. Karena keberhasilan pembangunan Kalimantan Timur dengan besarnya potensi sumberdaya alam yang kita miliki tidak serta merta menjadi kekuatan ekonomi, tetapi bagaimana kita mampu merencanakan, mengelola, dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan tersebut ke arah yang lebih baik lagi,” ujarnya saat Konsultasi Teknis Penyusunan RPIK di Kantor Disperindagkop Kaltim, Jalan MT. Haryono Samarinda, Rabu (20/9/2025).

Menurut Ronny, penyusunan RPIK tidak bisa dianggap sebagai dokumen biasa, melainkan peta jalan yang menjabarkan visi, misi, arah kebijakan, hingga penetapan industri unggulan sesuai potensi masing-masing daerah. Dengan RPIK, pembangunan industri dapat lebih terukur dan sejalan dengan kebijakan nasional.

“Jadi RPIK ini bukan hanya dokumen perencanaan industri saja, tetapi instrumen strategis yang memuat visi misi tujuan dan arah kebijakan serta penetapan industri unggulan sesuai potensi daerah,” tegasnya.

Ia menambahkan, landasan hukum penyusunan RPIK sudah diatur jelas, mulai dari UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, PP No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN, hingga Permenperin No. 110 Tahun 2015 yang menjadi panduan teknis penyusunan RPIK di daerah.

Ronny menilai forum konsultasi teknis yang digelar kali ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan memperkuat koordinasi lintas sektor. Keterlibatan berbagai OPD menunjukkan bahwa pembangunan industri tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan memerlukan sinergi antara provinsi, kabupaten/kota, hingga pemerintah pusat.

“Kehadiran berbagai OPD ini menjadi bukti bahwa pembangunan industri tidak bisa bergerak sendiri, perlu koordinasi dan kerjasama bersama,” katanya.

Ia berharap konsultasi ini dapat menjadi momentum bagi kabupaten/kota yang belum memiliki Perda industri untuk segera menyusunnya. Menurutnya, tanpa Perda, strategi pembangunan yang dirumuskan dalam RPIK tidak akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Jadi kami harapkan Perda itu nantinya bisa segera diaplikasikan karena itu akan sangat membantu sekali untuk terus menuju arah pembangunannya masing-masing,” pungkasnya.(MYG)

Loading

By redaksi